Bok Wingit Depan Rumah

Rumah angker, ilustrasi : hipwee

 

Narti adalah sosok wanita yang terbilang cukup peka dengan hal-hal di luar nalar. Wanita beranak dua ini tinggal di sebuah desa kecil, yang masih lekat dengan ritual dan tradisi. Hari itu dia akan mulai menempati rumah baru, setelah cukup lama menumpang pada mertua. Kebetulan rumah yang dibangunnya bersama suami terletak di tempat yang cukup wingit. Bahkan masyarakat sekitar sempat terheran, ketika Narti membangun rumah di tanah itu.

Rumahnya terletak diantara tempat-tempat yg dikeramatkan masyarakat. Di depan rumahnya ada sungai irigasi dengan jembatan serta dam kecil atau orang di situ menyebutnya bok. Sedangkan di belakang rumahnya ada sebuah sumur mati. Kata sesepuh desa, dulu sumur itu digunakan untuk membuang mayat-mayat yang terbunuh akibat perang melawan penjajah. Boknya sendiri seringkali di uri-uri. Ketika malam satu suro, di bok itu sering diadakan ritual dengan memberikan sesajen. Apalagi ketika masyarakat sekitar ada yang membuat hajat. Pasti di atas bok penuh sesajen, mulai dari kelapa sampai kemenyan. 

Hari pertama menempati rumah baru, kondisi masih baik-baik saja. Meski begitu Narti sudah punya perasaan yang tidak enak. Setiap dia jalan, dia selalu merasa seperti ada yang mengawasi. Apalagi kalau sedang di dapur. Malam kedua dan dilanjutkan malam-malam selanjutnya, kejadian aneh mulai bermunculan. 

Kejadian pertama bermula dari keanehan yang dirasakan mertua Narti. Kebetulan hari kedua, laki-laki yang umurnya sudah menginjak enam puluh tahun itu berencana menginap. Katanya ingin mencoba rumah baru anaknya. Namun belum ada satu jam, si mertua terlihat kebingungan. Mertua Narti mengungkapkan bahwa ia mendengar suara kucing yang sangat banyak.

"Onok opo to Pak ?" Tanya Narti yang akhirnya juga ikut kebingungan.

"Omahmu kok akeh kucinge to nduk ? Suarane lo teng crengek" 

Saat itu Narti bertambah kebingungannya karena dia tidak mendengar suara apapun.

Tak cukup di situ, malam harinya ketika mereka sudah mulai memasuki alam mimpi tiba-tiba terdengar suara dokar lewat di depan rumah. Saat itu Narti terbangun karena suaranya memang begitu keras dan khas. Narti kembali di buat bingung, meskipun ia tinggal di desa yang sedikit terpencil tapi di jaman sekarang tidak ada orang yang punya dokar di desanya. Apalagi lewatnya tengah malam seperti ini.

Tergerak oleh rasa penasaran yang begitu kuat ia bermaksut untuk mengintip dari jendela. Tapi apa daya rasa takut, menjadikannya mengurungkan niat. Karena ia ingat kata orang-orang tua, kalau ada yang begitu-begitu jangan malah dilihat nanti mereka bisa masuk ke rumah. Dalam hati Narti hanya bisa mengucap do'a. Berharap suara itu cepat menghilang.

Malam berikutnya masih tetap sama, kondisinya semakin parah. Kali ini terdengar suara orang menyeret daun kelapa kering atau sering disebut blarak. Bahkan suaranya seolah sangat dekat. Ada di samping tembok kamarnya yang kebetulan menghadap sumur mati yang ditutup dan sudah terlihat begitu banyak lumutnya.

Kondisi seperti itu terus terjadi sampai bulan berikutnya. Selain gangguan suara, keluarga Nartipun jadi semakin sering bertengkar. Entah kenapa, masalah sepele akhir-akhir ini sudah bisa menyulut kemarahan. Padahal sebelum-sebelumnya tidak demikian. Beberapa hari lalu, anak tetangga Narti yang nangis di dekat bok tiba-tiba mulutnya merah seperti di pukul pakai tangan dan tidak bisa bicara selama beberapa hari.

Karena sudah tidak kuat, Nartipun mengundang seorang Ustadz yang kebetulan ahli dalam hal meruqyah. Ketika sampai di rumah tersebut, sang ustadz mengajak Narti dan suaminya mengelilingi sekitaran rumah. Kemudian mata ustadz itu terlihat mengamati bok di depan rumah Narti.

"Itu tempat nopo yo mbak ?" Tanya sang ustadz sambil menunjuk tempat yang kata orang itu singit.

"Bok biasa lo tadz, tapi memang kata orang sekitar sini, wingit tempatnya. Makanya kalau ada hajatan atau malam-malam tertentu diadakan ritual di situ."

"Ritual opo to mbak ?"

"Biasanya berkatan, semacam selametan. Tapi berkatnya harus pakai takir, habis itu takirnya harus berjumlah ganjil dan dikasih jarum tadz. Nanti sama dikasih sesajen. Kalau sudah selesai takirnya di kubur di depan rumah. Katanya bisa menghilangkan balak," Jelas Narti panjang lebar.

Takir sendiri adalah daun pisang yang dibuat wadah dan dihias dengan janur atau daun kelapa muda di ujungnya.

"La niku mbak penyebabnya. Jine betah soale di uri-uri. Di kasih-kasih sajen, makane seneng."

Akhirnya pak ustadz meminta tolong keluarga kami utk cerita ke warga supaya berhenti nguri-nguri tempat yang katanya wingit itu. Selain itu dibacakan doa dan ayat pada sebaskom air yang kemudian dikucur mengelilingi rumah kami.

TAMAT

#Fiksi